Langsung ke konten utama

Bimbingan Perkawinan

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Tadi pagi aku bersiap berangkat ke kantor KUA. Setelah siap, aku terkaget oleh langit yang begitu mendung. Kemudian.. turun hujan yang cukup besar. Acara dimulai pukul 9 pagi, hujan turun tepat pukul 8.35 pagi Waktu Indonesia Barat.


Aku diam sebentar, "Bagaimana? Apakah harus berangkat atau menunggu sampai hujan reda?"


Seperempat jam berlalu, aku berbincang dengan orang tuaku sambil menunggu hujan reda. Namun ia tetap gerimis.


Akhirnya aku putuskan untuk pergi memakai jas hujan dan diantar oleh ayahku. Dan meminta maaf kepada penghulu, mengabarkan bahwa aku telat datang. Tidak ada balasan. Selang 10 menit aku sampai di Kantor Urusan Agama. Hampir semua yang hadir berpasangan, hanya aku yang tidak. Setahuku.


Aku mengisi data hadir dan kelengkapan administrasi. Ternyata aku tak bisa hanya mengisi dataku sendiri, aku juga harus mengisi data calon suamiku. Dan aku lupa tidak menyiapkannya. Mendadak aku menghubungi ibunya, meminta foto KTP dan nomor HP. Kami belum bertukar nomor, nomorku hanya disimpan ibunya, nomornya hanya disimpan ayahku. Kami berkomunikasi via website yang menjembatani perkenalan kami dan via email untuk keperluan mendesak lainnya, itupun aku selalu bersama ibuku baik saat membaca ataupun membalas email darinya.


Administrasi selesai. Aku diminta untuk pergi ke ruang aula, -yang aku tak tahu di mana- dan aku dibekali sebuah buku yang cukup tebal. Katanya, ia sebagai bacaan mandiri calon pengantin.


Sampai di aula, kami menunggu beberapa saat. "Wah iya, hanya aku dan seorang lelaki yang datang sendiri, tidak dengan calon pasangannya." Aku, tidak masalah dengan itu pada awalnya, tapi melihat situasi jadi ada sedikit -sedikit sekali- rasa.. apa ya.. aku pun tahu apa rasa itu sebenarnya.


Sang pemateri langsung menjabarkan apa alasan dibalik bimbingan perkawinan ini. Katanya banyak sekali kasus perceraian yang terjadi, terlebih di masa pandemi sekarang. Maka bimbingan pra nikah ini harus dilaksanakan demi terwujudnya keluarga sakinah yang awet dan tidak terjerumus dalam lubang perceraian.


Aku mengerti maksud tersebut dalam satu sisi, tapi aku kembali bertanya "Apakah menikah menikah hanya untuk mencegah agar ia tidak bercerai?" Aku pikir banyak hal yang lebih indah untuk mendasari mengapa bimbingan pra nikah begitu diperlukan. Banyak kasus rumah tangga tidak bercerai, tapi tidak mencapai tujuan sakinah dalam pernikahan.


Pasangan yang tukang pukul, pasangan tidak menafkahi, pasangan yang selingkuh hingga berzina, pasangan yang kecanduan mabuk dan obat-obatan, pasangan yang kurang kepemimpinan, pasangan yang gila hobi sampai mengabaikan keluarga, pasangan yang tidak mau menerima bahwa ia mandul dan terus menyalahkan pihak lain, pasangan yang tidak menerima poligami lalu menyakiti anak madunya, mereka mereka tidak bercerai. Meskipun menyebabkan rusaknya rumah tangga, hancurnya generasi, hilangnya cinta kasih dalam keluarga.


Mereka tidak bercerai, tapi jiwa-jiwa mereka rusak, hati mereka menderita karena memilih bertahan dengan seorang yang mereka sebut pasangan hidup. Apakah kehidupan dengan mempertahankan untuk tidak bercerai adalah lebih baik? Bukankah perceraian adalah solusi? Ia halal meskipun dibenci.


Jika angka perceraian semakin meningkat lalu ingin diperbaiki melalui bimbingan pra nikah, maka ia tak cukup diberikan dua jam. Dan tak patut diberi muqaddimah "untuk mencegah perceraian" karena bukan itu inti dari pernikahan, terkhusus bagiku. Tak ada yang salah dengan usaha pemerintah, sungguh baik ikhtiar KUA, tapi pelaksanaan yang tidak tepat dan tidak efektif hanya berbekas catatan bahwa pasangan tersebut pernah mengikuti bimbingan perkawinan, lalu mendapat buku dan sertifikat. Tanpa sungguh mengambil ilmu, tanpa sungguh mengamalkannya. Lalu saat pasangan tersebut dihadapkan pada masalah nyata, apakah ada andil dari bimbingan pra nikah untuk mencegah perceraian? Big No! Aku hanya merasa mendapat ceramah singkat agama tentang kiat-kiat menjadi keluarga sakinah, aku hanya merasa sedang belajar fikih pernikahan yang membahas syarat dan rukun nikah. Dan semua hanya diberikan selama 2 jam.


Mari kita sejenak berpikir, apakah berimbang ibadah yang seumur hidup berbekal ilmu yang hanya 2 jam? Maka wajar jika perceraian tak dapat dibendung karena ilmu yang didapat tak berbanding dengan masalah kehidupan yang harus dihadapi pasangan.


Terus belajar, terus saling mendoakan, terus saling menerima, terus saling mengerti, terus saling mengalah, terus saling mendukung, terus dan terus bersaling tanpa banyak silang.


Semoga Allah kuatkan pundak-pundak kita

Semoga Allah kokohkan pijak kaki kita

Untuk terus bersama dalam naungan agama


---------


"Aditya", panggil penyuluh KUA. Kami sedang mulai pembagian sertifikat dan nama itu disebutkan pertama. Aku sejenak terdiam, lalu kaget sambil mengacungkan tangan dan bergegas ke arah sumber suara. Aku berdecak dalam hati, "Aduh aku lupa 😅, itu nama calon suamiku. Kedepan aku berjanji untuk lebih mengingat dan menyadari."

Komentar