Langsung ke konten utama

Ketika Ia Sampai

Bismillaah


Kita saling berpandang. Lalu saling bertanya. Tentang keputusan yang kita jalani. Tentang kejadian yang kita hadapi.

Qaddarallaah wamaa syafa'al.

Hal yang kita hindari sejak awal munculnya. Hal yang selalu aku edukasikan meski tidak langsung berhadapan. Akan terlalu banyak hikmah yang kita ambil kelak. Meski tidak tahu kapan dan di mana.

-------

Senin lalu kabar itu hadir begitu getir. Ia langsung memanaskan otakku yang telah lama vakum. Kembali, aku kembali limbung karena begitu banyaknya kontra yang terjadi. Tapi sungguh sangat jauh aku tertinggal informasi, setelah sekian lama aku memutuskan untuk tidak larut dalam berita itu.

SARS-CoV-2. Ternyata ia telah sampai di tubuh Bapak entah sejak kapan. Tanpa kami ketahui. Tanpa kami curigai. Kami husnuzann saat Bapak sakit, menyangka itu hanya akibat lelah perjalanan.

Kami masih biasa. Sampai hari Jumat Aku, Mamah, dan Adik sakit pun, kami masih biasa. Menyangka itu hanya flu biasa. Mengingat banyak tetangga kita pun yang sedang sakit begitu.

Namun ternyata tepat seminggu setelah Bapak sakit kabar itu sampai. Ada teman Bapak yang terkonfirmasi positif COVID-19, namun masih asyik bekerja dan berinteraksi.

Aku langsung browsing. Hahahaha. Aku langsung follow akun Instagram yang mengedukasi tentang COVID-19. Otakku panas. Hatiku panas. H-14 menuju pernikahan itu bukan waktu yang cukup untuk penyembuhan jika ternyata kami sudah tertular.

Dua hari, aku galau dan terus membujuk orang tuaku untuk mau diperiksa. Hari Rabu. Aku tak bisa sendiri. Aku perlu orang yang menguatkan. Maka aku putuskan untuk bertanya kepada Dosen di kampus. Dan benar.. Aku semakin yakin apa yang harus aku lakukan.

Setelah kembali membujuk dan masih tidak berhasil. Surat pengantar pemeriksaan itu datang. Alhamdulillaah. Bapak harus swab test PCR hari Kamis pagi. Setidaknya saat ini aku hanya perlu membujuk Mamah.

Tepat hari Kamis siang setelah Bapak pulang dari Puskesmas dan membawa surat keterangan harus isolasi mandiri sampai tanggal 27 Desember 2020. Bi-idznillaah, Mamah mau untuk diperiksa.

Hari Jumat pukul 7 pagi. Aku menuju Puskesmas untuk diperiksa. Kami ceritakan penyakit, kekhawatiran, dan rencana. Aku.. harus menarik nafas panjang berkali-kali. Kami tidak bisa tes di Puskesmas karena keterbatasan alat. Maka sorenya, aku putuskan untuk rapid test antibodi di salah satu klinik.

Hasilnya? Bapak reaktif IgM, artinya sudah terbentuk antibodi karena sudah terpapar kelompok virus Corona, meski belum tentu itu adalah SARS-CoV-2.

Aku? Non Reaktif. Hahaha. Kata orang tuaku, kalau hasil swab nanti negatif aku akan dikirim untuk menikah sendiri. Yakaliii. :DDDDDDD

Aku kembali galau. Karena sejauh yang aku baca hasil pemeriksaan ini sungguh sangat benar. Bapak sudah terpapar lama sehingga telah terbentuk antibodi. Aku belum terbentuk antibodi sehingga hasilnya non reaktif.

Dan setelah aku konfirmasi kepada Dosenku itu, ia memberiku artikel tentang berbagai pemeriksaan diagnosis COVID-19. Dan memang begitulah keadaannya. Akhirnya aku disarankan untuk swab mandiri di Lab Central Kampus.

Oke. Menunggu 2 hari kami terus berpikir. Serta berusaha menyembuhkan diri.

Senin kembali menghadirkan sebuah kabar getir. Bapak terkonfirmasi positif COVID-19. Dan kami harus swab besok. Kedepan? Hasbunallaah..

Aku dan Mamah hanya sering saling pandang dan bertanya. "Apa? Apa benar?"

--------

H-7 menuju tanggal 27.

Tetap sama.

Kami sedang sibuk.

Sibuk menyembuhkan diri.

Sibuk menenangkan hati. 

Jangan sampai. 

Jangan sampai kami lupa diri.

Kemudian mencerca takdir Ilahi.

Komentar