Langsung ke konten utama

Kapan Pertolongan Itu Datang?

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Bersama Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, hafidzahullaah

----------


Khabbab bin Al Arat bercerita kepada kita bahwa suatu hari sebagian para sahabat datang kepada Nabi shalallahu alayhi wasallam. Saat itu beliau sedang tidur-tiduran di bawah naungan Ka'bah. Mereka datang kepada Rasulullah mengeluhkan beratnya kondisi mereka.


Karena di kota Mekkah para sahabat adalah orang-orang minoritas, mereka ditekan, disudutkan, dihina, difitnah, bahkan sebagian mereka dipukul, dijemur dibawah terik sinar matahari yang sangat panas di kota Mekkah. Sebagian mereka yang lain disiksa, dilukai, sehingga mereka berdarah-darah.


(Coba kita bayangkan jika kita berada di posisi mereka dulu.)


Dan tidak berhenti sampai di sana, rasanya tidak ada harapan. Karena musuh terlalu kuat, yg membenci mereka mayoritas penduduk kota Mekkah. Capeknya fisik bergabung dengan capek psikis dan hati.


Setiap hari menunya adalah celaan dan cacian. Setiap hari menunya adalah pukulan dan siksaan. Diwaktu yg sama seakan-akan tidak ada harapan untuk punya kehidupan normal, tidak ada secercah cahaya untuk bisa hidup dengan aman dan damai.


Maka mereka datang kepada Rasul dengan perasaan yg sedang cape, lelah, dan letih. Lalu mereka berkata kepada sang nabi, "Ya Rasulullah mengapa engkau tidak meminta kepada Allah untuk menolong kita, mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah agar Allah menolong kita?"


Lihat bagaimana ekspresi rasa letih, rasa capek. Bukan hanya fisik, tapi juga psikis. Saking penatnya hingga keluar kalimat demikian. Seperti ingin segera selesailah semua ini. "Saya sudah capek, saya sudah letih."


Para sahabat yang dari kecil kehidupan mereka keras, bukan hanya karena kehidupannya namun secara geografis juga keras. Sudah terbiasa dengan tekanan, kesulitan, sampai mereka datang ke Rasulullah dan berkata demikian artinya capeknya sudah minta ampun. Karakter kehidupan mereka jauh lebih berat dibanding kehidupan kita.


Kira-kira apa jawab Rasul kita?


Nabi shalallahu alayhi wasallam bersabda, "Sesungguhnya umat sebelum kalian, ditangkap lalu digeletakkan di atas tanah. Diambil gergaji, lalu gergaji itu di taruh di ubun-ubun kepalanya. Baru mulai dipotong sehingga terbelah menjadi dua. Sebagian yang lain diambilkan sisir, sisir yang terbuat dari besi. Lalu disisirkanlah dirinya. Dan bukan hanya rambut yang tersisir, kulit dan dagingnya rontok, daging terpisah dengan tulang (umat zaman dulu dikuliti hidup-hidup). Tapi apa yang mereka alami sama sekali tidak membuat mereka berpaling dari agama Allah. Demi Allah, Allah akan menangkan agamaNya, Allah akan berikan rasa aman kepada kalian, Allah akan tolong kalian. Sampai kelak pada suatu hari, seorang musafir berjalan sendiri dari Shan'a (Yaman) menuju Hadramaut, tidak punya rasa takut kecuali hanya kepada Allah (tidak takut perampok, dll. Saking amannya). Tapi kalian orang yang terburu-buru. Sabarlah."


(Umat zaman dulu tidak  ada mundur. Meski dikuliti hidup-hidup mereka tidak mundur.)


Ingin cepat berhasil, ingin cepat sukses, ingin cepat jaya, ingin cepat berkembang. Sabar dulu. Sabar.. Jangan terburu-buru.


Bayangkan, sahabat Nabi saja harus bersabar selama 13 tahun. Kita baru sebentar.. Karena tidak ada jalan yang mudah. Tidak ada.


Ahli hikmah mengatakan, "Jika ada yang menempuh jalan dakwah. Lalu lancar, selancar-lancarnya. Tidak ada halang rintang, semua dipersilahkan. Maka di tengah kelancaran tersebut Anda harus mulai berpikir. Jangan2 Anda salah jalan."


Jika di jalan hijrah, mendakwahkan Allah lancar. Harus mulai berpikir, jangan-jangan salah jalan. Jadi jangan berpikir cepat sampai. Tapi berpikirlah, jangan-jangan jalannya salah. Jadi jangan senang dulu, "Alhamdulillaah ya aku mah lancar ga ada apa-apa. Ini pasti berkah."


Loh tunggu dulu. Rasulullah saja, silih berganti diuji. Para sahabat saja diuji, diuji, dan diuji. Para ulama saja diuji, diuji, dan diuji. Mana mungkin jalan kita selancar-lancarnya?! Mustahil! Wong kita tidak sebaik mereka kok.


Jadi harus sabar. Itu yang harus dicamkan. Jangan terburu-buru..


Lihat Al Baqarah ayat 214, "Apakah kalian berpikir kalian akan masuk surga, sedangkan kalian belum mengalami apa yg dialami umat-umat sebelum kalian? Mereka mengalami al ba'sa wadhdhorro wazulzilu (hal-hal yang tidak mengenakkan dan menyakitkan, sebagian ulama mengatakan al ba'sa itu kemiskinan, dhorro itu penyakit, zulzilu itu gangguan musuh, atau setiap rasa sakit dan rasa tidak nyaman yg kita rasakan sampai terasa digoncangkan dirinya, tidak karuan, berat dan sakitnya minta ampun) Saking sakitnya saking beratnya, Rasul pada zaman itu dan orang-orang beriman bersamanya berkata, "Kapan pertolongan Allah itu datang?", "Ketahuilah, pertolongan Allah itu dekat."


Pertolongan Allah itu dekat. Justru semakin kita merasa di titik nadir, pertolongan Allah semakin dekat. Karena pertolongan Allah akan datang, ketika seorang hamba merasa diri nol. Merasa diri rendah, serendah-rendahnya. Ketika ego sudah hilang. Ketika nafsu sudah tidak punya kekuatan lagi. Ketika jiwa ini hanya ingin menyerah kepada Allah. Ketika logika semata tidak lagi kita percaya. Ketika kita merasa kecil dan kerdil. Pada saat itulah pertolongan Allah itu sangat dekat. Ketika kita merasa tidak ada jalan keluar lagi. Kecuali jalan keluar kembali kepada Allah.


Lihat At Taubah ayat 118

"Dan ketika bumi ini terasa sempit sekali padahal bumi begitu luasnya. Dan jiwa mereka terasa sesaknya luar biasa. Dan mereka sudah sampai pada sebuah titik. Mayakini tidak ada jalan keluar dari masalah ini kecuali kembali kepada Allah. Dan di saat itulah pertolongan Allah itu datang."


Jadi kita merasa lemah solusinya bukan kabur, bukan mundur. Tapi solusinya melangkah. Dengan perasaan "لاحول ولا قوة الا بالله", tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Dan di situlah pertolongan itu berada.


Berjuanglah. Yang kita rasakan belum ada apa-apanya. Yang kita perjuangkan belum seberapa. Berat memang. Tapi kita belum mengalami seperti apa yg Bilal alamikita belum pernah diposisikan sebagai budak, dijemur, dihina. Dan yang kita alami belum ada apa-apanya. Kita belum mengalami sakitnya rasa lapar sampai pingsan karena lapar seperti yang dialami Mush'ab bin Umair. Kita sakit pun, siapa di antara kita yang mengalami sakit 18 tahun seperti nabi Ayyub?


Kita tidak ada apa-apanya. Maka jangan terburu-buru. Itu pesannya. Sabar. Memang jalannya seperti ini.


----------

Jazaakumullaahu khayran wa baarakallaahu fiikum kepada Ustadz dan tim.

Komentar