Langsung ke konten utama

Berkata Tanpa Suara

Bismillaah


Ada orang-orang yang 'tidak mampu berbicara', mencari perantara adalah solusinya. Mungkin bisa belajar dulu, tapi butuh waktu yang cukup lama. Dengan perantara proses belajar yang perlu waktu itu menjadi lebih singkat. Menulis merupakan salah satu perantara bagi mereka yang ‘tidak mampu berbicara’, entah karena memang Tuhan takdirkan tuna wicara atau karena menyusun kata dan mengucapkannya secara langsung terlampau sulit untuk dilakukan. Namun berbeda saat mereka mengungkapkannya melalui tulisan, gugup menjadi tiada, pikiran lebih terbuka, dan perasaan sampai kepada lawan bicara dengan lebih bermakna. Memang menulis tak bisa menggantikan sebuah pertemuan, ekspresi wajah, gelagat raga, tinggi rendahnya suara, semua memang menjadi tak ada. Tapi kadang, kata yang sedikit begitu mengena, hingga ia menancap dalam jiwa.
Menulis bukan sekedar perantara berbicara, namun ia juga media untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan. Prosa, puisi, pantun, cerita, artikel, jurnal, dan banyak jenis lainnya merupakan salah satu pengejawantahan isi diri manusia. Dengan diciptakannya karya tersebut, terjadilah pengisian, pengurangan, dan pertukaran isi diri tiap insan. Kemudian melahirkan wawasan, pola pikir, serta pemahaman. Hingga manusia bisa saling menjaga (dengan ilmu) dan saling memahami (dengan kelembutan hati).
Tidak semua orang mau mendengarkan, mendengar ocehan memang sering membosankan. Berapa banyak murid tidur di kelas, berapa banyak orang teler saat rapat, berapa banyak teman nguap saat dicurhati? Ketika didengarpun belum tentu disimak dengan baik. Dan saat sudah disimak belum tentu dipahami, saat dipahami belum tentu lawan bicara akan memberi respon sesuai yang kita inginkan. Berbeda dengan saat kamu menulis, kamu bebas. Tidak peduli sebanyak apapun keluhanmu alat tulismu takkan kesal, ia takkan berbalik mengeluh padamu. Bahkan mereka senang saat kauhabiskan. Berbicara dengan menulis membuatmu akan menemukan dengan benar orang yang sungguh mendengar suaramu, karena setiap tulisan akan menemukan pembacanya.
Menulis = Mengabadikan. Catatan berabad lalu masih bisa kita nikmati dan selami lautnya. Melalui tulisan yang tercatat di batu, pohon, daun, tulang hewan, orang-orang terdahulu berjuang untuk mewariskan ilmu kepada generasi selanjutnya.  Dan jelas, tak ada harta warisan yang lebih berharga daripada ilmu. Sungguh tulisan itu menakjubkan, ia membuat seorang yang rebahan di kasur berkeliling dunia hanya modal sebuah gadjet dan jaringan internet.
Bagiku menjadi penulis bukan hanya sekedar hobi saat waktu luang, tapi lebih kepada kebutuhan diri terhadap self healing and share willing. Karena dengan menulis aku terus berusaha tetap waras bagaimanapun kegilaan hidup hadir silih berganti. Dan dengan menulis aku semangat terus membagi apa yang sudah aku tambahkan ke dalam diri dari tulisan manusia lain.

Senin, 20 April 2020 / © sanlia

Komentar