Langsung ke konten utama

Tentang Talasemia


Bismillaah

Hari ini saya akan sedikit sharing tentang ilmu herbal – ciat-ciat. Hahaha

Pernah mendengar istilah Talasemia? Yap. Salah satu jenis kelainan darah dan merupakan penyakit yang bersifat herediter atau diturunkan dari orang tua kepada anaknya atau nanti ke cucunya atau kelak ke cicitnya dan seterusnya dan seterusnya... Jika tidak diputus siklusnya.

Sel darah merah atau kita sebut eritrosit memiliki suatu molekul yang bernama hemoglobin (Hb). Satu eritrosit mengandung ±300 juta molekul Hb. Hemoglobin terdiri dari hem – yang berfungsi mengikat zat besi – dan dua pasang rantai globin identik yaitu satu pasang rantai alfa dan dan satu pasang rantai beta. Rantai globin inilah yang berikatan dengan oksigen dan membawa sekitar 1.3 ml oksigen  dari paru-paru dalam setiap gram Hb.

Kasus Talasemia terjadi karena adanya kelainan dalam pembentukan rantai globin sehingga rantai globin yang terdapat pada sel darah merah tidak berpasangan. Hal tersebut menyebabkan sel darah merah menjadi tidak stabil, mudah rusak, dan usianya memendek. Akhirnya tubuh menjadi kekurangan eristrosit, kondisi ini biasa disebut anemia.

Talasemia terbagi ke dalam beberapa tingkat keparahan. Pertama Talasemia Minor, bisa jadi tanpa gejala atau hanya penderita hanya mengalami anemia ringan dan tidak sampai memerlukan transfusi. Yang kedua Talasemia Intermediate, penderita biasanya akan memerlukan transfusi pada 10-20 tahun mendatang. Dan yang terakhir adalah Talasemia Mayor, umumnya pada usia 3-6 bulan kelahiran akan terjadi anemia, hingga kelainan pada struktur tulang, jantung, hati, limfa, kulit, gigi, dan sistem endokrin.

Satu prinsip yang dapat dipegang untuk mengatasi penyakit herediter adalah memastikan bahwa calon pasangan bukan carrier (pembawa) penyakit yang sama dengan penderita. Masih ingat dengan konsep perkawinan pada pelajaran biologi kan? Jika seorang carrier Talasemia dikawinkan dengan penderita Talasemia maka anak keturunannya 50% akan menderita Talasemia dan 50% akan menjadi carrier Talasemia. Tidak jauh lebih baik jika seorang carrier Talasemia dikawinkan dengan yang juga carrier Talasemia, karena dimungkinkan akan ada 25% anaknya menderita Talasemia, 50% anaknya menjadi carrier Talasemia, dan hanya 25% anaknya yang normal. Namun jika seorang penderita dikawinkan dengan orang yang normal maka 100% anaknya hanya menjadi carrier Talasemia, artinya anak keturunannya dapat hidup normal. Dan jika carrier Talasemia dikawinkan dengan orang normal maka akan melahirkan keturunan dengan 50% normal dan 50% carrier Talasemia. Jika konseling pranikah dilakukan, terlahirnya anak dengan Talasemia dapat dihindari.

Ada beberapa perawatan yang biasanya dilakukan pada penderita Talasemia, hal ini bergantung pada tingkat keparahan penyakit yang dideritanya. Rata-rata penderita Talasemia akan menjalani transfusi berkala untuk memelihara jumlah sel darah merahnya. Pemberian asam folat, vitamin c, defroxamin, diperlukan sesuai dengan rencana perawatan yang telah ditetapkan. Pada kondisi parah dan memungkinkan, transplantasi sumsum tulang menjadi pertimbangan untuk dilakukan.
Beberapa tahun lalu saat masih kuliah ada seorang Dosen yang  memiliki seorang anak yang menderita Talasemia. Anak beliau tidak menjalani pengobatan di rumah sakit seperti kebanyakan orang pada umumnya, namun menjalani terapi makanan dan herbal yang beliau formulakan sendiri.

MasyaaAllah, Tabaarakallaah. Anak beliau kini sudah remaja dan sehat tanpa pernah menjalani sekalipun transfusi. Beliau bercerita, bahwa kuncinya adalah bertawakkal kepada Allah dan sabar dalam prosesnya. Menjadi orang tua yang ulet dan memperhatikan setiap detil asupan makanan anaknya bukanlah hal yang mudah di zaman ini. Makanan penuh racun tersebar di mana-mana, bahkan bahan makanannya pun sudah tercampur zat-zat yang merusak tubuh. Sekali lagi pesannya, harus sabar. Karena ini adalah proses yang panjang dan lama.

Kita tahu bersama bahwa memberi makan anak kecil bukan hal yang mudah, membuatnya memakan makanan yang kita inginkan adalah perkara lain. Melihatnya menangis menginginkan makanan yang tidak diperbolehkan adalah penderitaan terselubung yang bisa melukai hati orang tuanya. Namun itu tidak seberapa jika dibandingkan penderitaan sang anak harus ditusuk berulang kali untuk dapat menstabilkan keadaannya, belum racun-racun (baca : obat) lain yang diberikan untuk mengatasi efek samping yang terjadi setelah transfusi.

Beliau pernah memberikan saya resep lengkap dalam usaha beliau menyembuhkan sang putra. Berikut rinciannya : (1) Makanan harus bebas karsinogen (zat pemicu kanker); (2) Tidak mengonsumsi makanan siap saji; (3) Dianjurkan mengonsumsi bahan makanan yang organik; (4) Diharuskan mengonsumsi buah dan sayur 4-7 macam setiap hari; (5) Diharuskan meminum madu setiap hari (harus madu murni); (6) Diharuskan mengonsumsi ekstrak pegagan/antanan setiap hari ; (7) Diharuskan mengonsumsi (pilih salah satu setiap harinya) lele, belut sawah, atau ikan mas dimasak dengan cara dipepes dan hanya menggunakan bumbu kunyit, bawang merah, bawang putih, dan garam (dihaluskan). Makanan lain diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan aturan di atas. Konsumsi air mineral yang seimbang sangat baik untuk membantu lancarnya sistem metabolisme tubuh.

Hasilnya sudah dapat terlihat pada bulan ke-3 dan bulan ke-6, jumlah hemoglobin terus membaik hingga dalam batas normal. Saya lupa pastinya hingga usia berapa tahun beliau terus memberikan ‘makanan wajib’ tersebut. Namun menjaga asupan sehat sangat penting, mengingat makanan yang mengandung banyak zat kimia seperti pada makanan siap saji atau makanan instan dapat menyebabkan sel mengalami mutasi (berubah bentuk dan/atau fungsi). Untuk itu menjaga asupan makanan yang sehat harus tetap dlakukan meskipun kondisi tubuh – dalam hal ini lebih spesifik sel darah merah – sudah dalam kondisi stabil.

Semoga Allah berikan kesembuhan dan semoga Allah berkahi ilmu yang telah diberikan. Aamiin.

Terima kasih kepada :
1. Setiawan, BSN.,M.Kes. (Dosen Keperawatan Dasar FKEP UNPAD)
2. Siti yuyun Rahayu Fitri, S.Kp., M.Si. (Dosen Keperawatan Anak FKEP UNPAD)

Referensi :
Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisilogi untuk Pemula. Jakarta: EGC.