Langsung ke konten utama

03

Bismillaah

2009 to 2019 (03)

Baiqlaa, kita kembali bernostalgia dengan masa lalu..
2011 adalah titik awal aku sadar. Bahwa materi bisa memisah ikatan darah. Aku mengerti kenapa banyak cerita pertengkaran saudara. Begitulah. Idul Fitriku kala itu sangat hampa. Keluarga tak lagi bersama. Mamah sudah tak lagi berhubungan dengan adik-adiknya, yang dulu sempat ia besarkan dengan keringat dan kasih sayangnya.
Bertahun kemudian aku semakin mengerti, bahwa saudara itu bukanlah ia yang sedarah. Tapi ia yang memikul beban denganmu kala terpuruk.

2012, aku mencari kemungkinan masa depan. Aku tak tahu jika sudah keluar SMA akan melakukan apa. Kemudian aku dikenalkan dengan beasiswa, Unpad, SNMPTN Undangan. Murni atas kehendakNya, aku lulus SNMPTN Undangan di Fakultas Keperawatan Unpad. Universitas yang sungguh aku dambakan.

Perjuangan pun dimulai. Berbekal niat lurus ingin memperbaiki kondisi diri dan keluarga aku melenggang ke bangku kuliah. Semua proses registrasi aman dilakukan. Satu hal yang menjadi hambatan kala itu. Dana. Yah.. ini memang bukan hal yang tidak direncanakan, namun kuliah adalah sebuah kenekadan. Awal masuk kuliah bapak resign dari pekerjaannya yg dulu dan pindah ke solo, katanya supaya bisa mendapat finansial yang lebih. Namun ternyata dunia di sana berbeda. Baru selang beberapa bulan, bapak pulang lagi ke bandung. Nganggur. Mamah marah & meringis. Akan dari mana kehidupan kelak.

2012, awal penderitaan Mamah yang tidak penuh aku sadari. Aku setidakpeka itu selama kuliah. Tak bisa membantu keluarga. Mamah jadi tumbal. Hingga 2016, puncaknya. Skripsi menjadi hambatan terbesar bagi kelulusanku. Dosen yang selalu tak setuju. Mental yang lemah. Iman yang kurang. Ibadah yang berantakan. 2016 aku memutuskan bekerja dan berharap bisa disambil menyusun. Namun takdir berkata lain. Kemalasan dan kelalaian terlanjur menyerang diri. Pergaulanku yang semakin kacau dengan lawan jenis. Membuat terpuruk berhari-hari.

Aku terlalu sombong untuk bisa kuat hadapi godaan setan. Terlalu bodoh untuk tak meminta tolong dari dorongan nafsu jelek dalam diri. Awal 2017, Mamah menyerah. Ia memilih untuk pergi dari rumah dan menyerahkan segala bentuk hutangnya padaku, bapak, dan adik. Ia berniat melunasinya dari jauh agar bisa bekerja dengan uang halal dan memutus segala rantai keribaan. Aku mulai merekam memoar nyeri.

Setiap hari, aku menangis berharap mamah kembali. Meski dengan buta jalan yang harus aku tempuh. Aku berdoa, dengan jerit luka yang nyata. Pertengahan 2017, Allah mulai membuka jalan taubat. Sedikit demi sedikit bantuan berdatangan. Dan suasana penebusan dosa makin terasa. Sering pagi hari tak ada uang sepeserpun, jangan tanya untuk besok. Namun di situ, kami belajar untuk tawakkal dan yakin bahwa rezeki sudah ditetapkan kadarnya untuk kami.

Kami semakin tahu siapa orang yang benar menyayangi. Dan siapa orang yang kemudian lekas pergi atau menjauhi. Kami tahu bahwa saudara bukanlah ia yang sedarah saja denganmu namun yang senantiasa bersama dalam susahmu. Keajaiban demi keajaiban terjadi. Kami semakin tahu mana yang benar mana yang salah. Semakin tahu jalan-jalan islam yang sunnah, yang sesungguhnya. Semoga hari-hari itu berbuah pahala dan beroleh ampunan.

2018, aku lulus dari perjalanan kuliah yang panjang. 2018 aku mendapat pekerjaan yang lebih dari layak. Sedikit demi sedikit kami mulai berbenah. Terus berusaha memperbaiki diri. Semoga ampunan selalu memyertai, semoga keberkahan semakin menjadi setiap hari.

2019, adalah awal perjalanan baru. Aku tak tahu akan ada apalagi kedepan. Semoga kami semua senantiasa dalam lindunganNya.